“TUHAN” ITU APA DAN ADA
DIMANA ?
Where does God live?
Is there somewhere I can go to see Him,
to be with Him?
Begitu banyak tulisan yang
memasalahkan tentang keberadaan Tuhan, baik oleh para rohaniawan, tokoh agama,
intlektual bahkan masyarakat biasapun begitu greget membicarakan Tuhan. Ada
yang memasalahkan kata ganti nama Tuhan yaitu “HIS” atau “ITS”, ada mengatakan
Tuhan itu tak berujud( Acintya ), ada mengatakan berbentuk cahaya ( Aditya )
serta banyak lagi Nama dan Rupa Tuhan dikonotasikan kedalam konsep nyata agar
manusia dapat lebih mudah membayangkan keberdaan Tuhan.
Jika kita
sejenak merenung dan menerawangkan pikiran pada sebuah cerita tiga orang buta
yang sedang mengasumsikan pendapatnya pada
seekor gajah, si buta A yang memegang kaki gajah dan mengatakan gajah
itu seperti pilar raksasa, si buta B yang meraba telinga gajah mengatakan gajah
itu adalah nampar besar , sedang si buta C yang kebetulan memegang ekornya,
maka dia mengatakan gajah itu bagaikan tali tambang. Dari kisah si buta itu dapatlah
diambil sebuah simpulan kecil bahwa jika kita mencoba untuk memahami Tuhan
hanya atas dasar kegelapan dan kebodohan, maka nilai ketuhanan yang kita mampu
jabarkan dalam kesadaran kita akan terpecah-pecah, tidak utuh, meski itu bukan
sepenuhnya salah. Oleh orang bijak disarankan agar memahami konsep Tuhan itu
hendaknya kita berbekal pengetahuan kesadaran Tuhan itu sendiri, bukan dengan
ke-ego-an semata agar kita dianggap paling tahu tentang Tuhan.
Sang awatara Budha pernah ditanya
oleh para pengikitnya (murid) dengan pertanyaan “ Guru, apakah Tuhan itu ?”,
sang guru Budha “diam” tanpa jawab, sementara sang murid jadi bingung oleh
tingkah sang guru yang diam tanpa mengucapkan sepatah kata, kemudian sang murid
kembali mengulang pertanyaan yang sama kepada sang guru. Karena tiada tahan
maka sang guru bersabda “ alangkah bodohnya orang yang bertanya dan memberi
jawaban tentang Tuhan”.
1
Dari dialog itu dapat ditarik setitik
kesadaran bahwa sang awatara Budha tidak berusha untuk mengkosepkan Tuhan dalam
bentuk materi(sekalipun dalam Kata), sebab Tuhan itu adalah yang “ADA”,
sementara materi adalah yang “Diadakan”( Tuhan itu Absolut, materi itu Imanen),
jadi setiap yang diadakan itu bukan absolut(langgeng), sementara Tuhan itu
adalah yang langgeng. Memahami Tuhan bukan dengan konsep kecerdasan logika
belaka, akan tetapi lewat pencerahan nurani (budhi) melalui jalur keyakinan dan percaya pada keberadaan yang langgeng pada diri sendiri yakni”Atma”, dan apabia kita sudah meyakini
diri kita yang langgeng itu Atma sebagai yang absolut dan bukan badan, maka
perlahan- lahan kita akan memiliki kesadaran yang mendalam akan keberadaan yang”Ada” dan bukan pada yang “Maya”. Ketahuilah bahwa segala bentuk
ciptaan ini yang dikenal sebagai materi
semesta adalah tercipta dari “Ujud Tuhan
Yang Maya”, sebab itu segala
ciptaanNYA disebut benda maya. Ketika kita berusaha memahami konsep Tuhan dari
yang Maya, maka kita akan bertemu dengan Tuhan yang Maya ( bayangan Tuhan). Pada
tahap ini, mari kita coba lintaskan pikiran pada pertunjukan wayang kulit,
ketika sang dalang memainkan wayang pada kelir , maka yang kita tonton adalah
bayangan dari wayang itu, sedang yang memainkan wayang itu adalah ki dalang,
nah disini kelir dan bayangan wayang adalah Maya, wayang sendiri adalah Materi keidupan
dan yang berperan itu adalah ki dalang, pembantu dalang Rwa Bhineda( dua yang
relativ; baik dan buruk) disini yang mana sebenarnya yang asli?, Ki Dalang
sebagai personal God dan Atma pada si dalang unpersonal God, yang mana
inti filosipisnya adalah janganlah kita
selalu bergelut pada bayangan dan kulit maya saja, akan tetapi lanjutkan
kesadaran diri pada yang Uttama(paramaatma) dan jangan berhenti pada
cerita-cerita Maya. Seorang tokoh sains yang terkemuka Albert Einstain pernah melontarkan pendapatnya bahwa “Tuhan
itu licik, tapi penuh kasih”. Pernyataan itu keluar mungkin karena Einstain dengan logikanya
yang tinggi mencoba memahami Tuhan, akan tetapi tidak pernah sesuai dengan nuraninya, sehingga keluar ucapan itu. Jadi
dia tidak berusaha untuk mengkultuskan Tuhan dalam ujud materi(relativ), meski
dia ahli dibidang teori relativitas dan gravitasi, karena diapun sadar Tuhan
itu adalah yang Mutlak.
2
“Imagination is more important then Knowladges”
Sampai disini apa yang dapat kita pahami
akan Tuhan itu? Tiada lain adalah biarkanlah Tuhan itu tenang dalam
keberadaannya, sementara bagi kita mari berusaha memahami Tuhan dalam
Diam, mencari Tuhan dalam diri yang paling dalam”Atma” melalui jalan Meditasi, Samadhi dalam Yoga dan ketika kita
telah sampai pada satu titik keabsolutan maka akan mekarlah sebuah mantra “ Aham Brahman Asmi”, sebagai mantra
yang absolut, dan Aku adalah Dia; Aku adalah Mereka
dengan mantra “ Tat Wam Asi”adalah
sebagai yang imanen.
Ketika kita telah memncapai kesadaran diri
sebagai Atma, maka kita akan memahami Tuhan sebagai yang kecil tak terhingga
dan yang besar tak terbatas. Sementara kesadaran kita hanya pada badan, maka
pengertian dan pemahaman kita terhadap Tuhan hanya pada Materi yang terbatas
dan maya. Semogalah tangga kesadaran kita dalam meniti jalan sepiritual menuju
ke Kebijaksanaan dalam menggapai Pembebasan semakin jelang didepan serta nurani
ke-Budha-an memberi terang perjalanan, yang pada akhinya cahya penerangan “Kedamaian”, Keabadian” menyelimuti Jiwa-
Sanatana.
Suwung,
20.6.09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar