Minggu, 02 Februari 2014

What Is A God?




“TUHAN”  ITU APA DAN ADA DIMANA ?

Where does God live?
Is there somewhere I can go to see Him,
to be with Him?
                        Begitu banyak tulisan yang memasalahkan tentang keberadaan Tuhan, baik oleh para rohaniawan, tokoh agama, intlektual bahkan masyarakat biasapun begitu greget membicarakan Tuhan. Ada yang memasalahkan kata ganti nama Tuhan yaitu “HIS” atau “ITS”, ada mengatakan Tuhan itu tak berujud( Acintya ), ada mengatakan berbentuk cahaya ( Aditya ) serta banyak lagi Nama dan Rupa Tuhan dikonotasikan kedalam konsep nyata agar manusia dapat lebih mudah membayangkan keberdaan Tuhan.
            Jika kita sejenak merenung dan menerawangkan pikiran pada sebuah cerita tiga orang buta yang sedang mengasumsikan pendapatnya pada  seekor gajah, si buta A yang memegang kaki gajah dan mengatakan gajah itu seperti pilar raksasa, si buta B yang meraba telinga gajah mengatakan gajah itu adalah nampar besar , sedang si buta C yang kebetulan memegang ekornya, maka dia mengatakan gajah itu bagaikan tali tambang. Dari kisah si buta itu dapatlah diambil sebuah simpulan kecil bahwa jika kita mencoba untuk memahami Tuhan hanya atas dasar kegelapan dan kebodohan, maka nilai ketuhanan yang kita mampu jabarkan dalam kesadaran kita akan terpecah-pecah, tidak utuh, meski itu bukan sepenuhnya salah. Oleh orang bijak disarankan agar memahami konsep Tuhan itu hendaknya kita berbekal pengetahuan kesadaran Tuhan itu sendiri, bukan dengan ke-ego-an semata agar kita dianggap paling tahu tentang Tuhan.
            Sang awatara Budha pernah ditanya oleh para pengikitnya (murid) dengan pertanyaan “ Guru, apakah Tuhan itu ?”, sang guru Budha diam tanpa jawab, sementara sang murid jadi bingung oleh tingkah sang guru yang diam tanpa mengucapkan sepatah kata, kemudian sang murid kembali mengulang pertanyaan yang sama kepada sang guru. Karena tiada tahan maka sang guru bersabda “ alangkah bodohnya orang yang bertanya dan memberi jawaban tentang Tuhan”.
1
Dari dialog itu dapat ditarik setitik kesadaran bahwa sang awatara Budha tidak berusha untuk mengkosepkan Tuhan dalam bentuk materi(sekalipun dalam Kata), sebab Tuhan itu adalah yang “ADA”, sementara materi adalah yang “Diadakan”( Tuhan itu Absolut, materi itu Imanen), jadi setiap yang diadakan itu bukan absolut(langgeng), sementara Tuhan itu adalah yang langgeng. Memahami Tuhan bukan dengan konsep kecerdasan logika belaka, akan tetapi lewat pencerahan nurani (budhi) melalui jalur keyakinan dan percaya pada keberadaan yang langgeng pada diri sendiri yakni”Atma”, dan apabia kita sudah meyakini diri kita yang langgeng itu Atma sebagai yang absolut dan bukan badan, maka perlahan- lahan kita akan memiliki kesadaran yang mendalam akan keberadaan yang”Ada” dan bukan pada yang “Maya”. Ketahuilah bahwa segala bentuk ciptaan ini  yang dikenal sebagai materi semesta adalah tercipta dari “Ujud Tuhan Yang Maya”, sebab itu segala ciptaanNYA disebut benda maya. Ketika kita berusaha memahami konsep Tuhan dari yang Maya, maka kita akan bertemu dengan Tuhan yang Maya ( bayangan Tuhan). Pada tahap ini, mari kita coba lintaskan pikiran pada pertunjukan wayang kulit, ketika sang dalang memainkan wayang pada kelir , maka yang kita tonton adalah bayangan dari wayang itu, sedang yang memainkan wayang itu adalah ki dalang, nah disini kelir dan bayangan wayang adalah Maya, wayang sendiri adalah Materi keidupan dan yang berperan itu adalah ki dalang, pembantu dalang Rwa Bhineda( dua yang relativ; baik dan buruk) disini yang mana sebenarnya yang asli?, Ki Dalang sebagai personal God dan Atma pada si dalang unpersonal God, yang mana inti  filosipisnya adalah janganlah kita selalu bergelut pada bayangan dan kulit maya saja, akan tetapi lanjutkan kesadaran diri pada yang Uttama(paramaatma) dan jangan berhenti pada cerita-cerita Maya. Seorang tokoh sains yang terkemuka Albert Einstain pernah melontarkan pendapatnya bahwa Tuhan itu licik, tapi penuh kasih”. Pernyataan itu keluar mungkin karena Einstain dengan logikanya yang tinggi mencoba memahami Tuhan, akan tetapi tidak pernah sesuai dengan  nuraninya, sehingga keluar ucapan itu. Jadi dia tidak berusaha untuk mengkultuskan Tuhan dalam ujud materi(relativ), meski dia ahli dibidang teori relativitas dan gravitasi, karena diapun sadar Tuhan itu adalah yang Mutlak.
2

            “Imagination is more important then Knowladges”
Sampai disini apa yang dapat kita pahami akan Tuhan itu? Tiada lain adalah biarkanlah Tuhan itu tenang dalam keberadaannya, sementara bagi kita mari berusaha memahami Tuhan dalam Diam, mencari Tuhan dalam diri yang paling dalam”Atma” melalui jalan Meditasi, Samadhi dalam Yoga dan ketika kita telah sampai pada satu titik keabsolutan maka akan mekarlah sebuah mantra “ Aham Brahman Asmi”, sebagai mantra yang absolut, dan  Aku adalah Dia; Aku adalah Mereka dengan mantra “ Tat Wam Asi”adalah sebagai yang imanen.
Ketika kita telah memncapai kesadaran diri sebagai Atma, maka kita akan memahami Tuhan sebagai yang kecil tak terhingga dan yang besar tak terbatas. Sementara kesadaran kita hanya pada badan, maka pengertian dan pemahaman kita terhadap Tuhan hanya pada Materi yang terbatas dan maya. Semogalah tangga kesadaran kita dalam meniti jalan sepiritual menuju ke Kebijaksanaan dalam menggapai Pembebasan semakin jelang didepan serta nurani ke-Budha-an memberi terang perjalanan, yang pada akhinya cahya penerangan “Kedamaian”, Keabadian” menyelimuti Jiwa- Sanatana.
                                                             Suwung, 20.6.09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar