
Setiap yang hidup akan mengalami kematian.
Tiada
satupun kehidupan yang dapat terbebas dari kamatian
Adakah
kehidupan setelah kematian?
Pada
suatu ketika seorang sahabat melontarkan kata seperti ini; “Untuk apa saya
dilahirkan, padahal saya tidak berniat hidup”. Karena hidup bagiku penderitaan.
Demikian celoteh yang keluar dari orang itu. Entah itu karena mengalami defresi
atau lagi mengalami rasa putus asa. Banyak orang berpendapat bahwa hidup ini
bersifat ironis, karena manusia tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Akan
tetapi setelah lahir, mencintai hidup dan kehidupan meski dihadapkan pada
realitas yang pahit dalam hatinya. Manusia sendiri aka dihadapkan pada batas
akhir hidupnya, yang senang atau yang tidak senang harus melewati batas masa
hidupnya, itu mesti dilalui dalam kehidupan. Goethe pernah mengatakan bahwa : “
Death is something so stranger that in spite of our experience of it, we do not
think it is possible for those we cheris; it always suprises us as something
unbelievable and paradoxal”. Kematian pada dasarnya semua orang tahu, merupakan
kewajaran hidup. Karena mati merupakan pasangan hidup. Setiap yang bernyawa
pasti akan merasakan kematian. Akan tetapi tidak setiap orang tahu kapan hari dan
waktu kematian akan tiba. Kematian akan datang pada kita bagai sambaran kilat.
Pada saat kematian tiba tak seorangpun dapat menghentikannya. Pada satu saat
seorang sahabat yang baru habis main bulu tangkis terus sesak napas dan
akhirnya meninggal setelah dibawa ke rumah sakit. Salah seorang teman agak
emosi serta melontarkan pertanyaan” kenapa dokter tidak dapat menyembuhkan,
padahal teman kita itu baru saja masih benapas” guman teman itu. Kematian mejadi dramatis, apalagi kalau peristiwa itu
terjadi pada diri kita, saudara, orang tua, anak yang amat kita sayangi. Meski
setiap orang telah memahami bahwa kelahiran akan berakhir dengan kematian. Akan
tetapi pada saat seperti itu datang, tidak semua orang dapat menerima sebagai
sebuah kewajaran. Tetap saja rasa sedih akan menyelimuti hati kita. Kamatian
berarti keterpisahan antara badan kasar dengan Atma(unsur penyebab hidup).
Terpisahnya badan kasar sebagai materi dengan Atma begitu tak terukur dan tak
terbatas jaraknya. Semakin dekat jarak fisik dan emosi kita terhadap badan
kasar, maka semakin sulit menerima keterpisahan ini. Semakin jauh emosi kita
pada terikat terhadap materi badan, akan terasa kematian itu sebagai yang
wajar. Meskipun demikian, bagi kebanyakan orang akan menerima kematian itu
sebagai sebuah nasib. Terkadang amat sulit untu diterima akan tetapi sulit pula untuk dielakan.
Pertanyaan
manusia, akan kemanakah setelah
kematian? Memang sulit untuk dijawab. Bahkan kematian itu masih merupakan
misteri. Sehingga muncul rasa kecemasan dan ketakutan menunggu saat kematian.
Peristiawa hidup dan mati merupakan fakta esensial serta sekaligus melibatkan
seluruh kedalaman manusia. Hidup secara konseptua diabstraksikan sebagai suatu hubungan kuasalitas
dengan kematian. Kemtian adalah mediator untuk proses transendensi manusia itu
sendiri. Kematian itu sendiri dapat dipahami sebagai keterpisahan anatara badan
kasar dengan adan inti(atma). Badan adalah kualitas kebendaan(materi) yang pada
saat kematian akan musnah. Dimana badan itu sendiri akan dikremasi ( diaben )
serta abunya dibuang ke laut. Karena kepercayaan kita terhadap badan kasar itu
terdiri dari Panca Maha Butha. Lima
unsur materi pembentuk badan.yang terdiri dari pertiwi, apah , bayu , teja dan
akasa(ether ). Kelima unsur itu pada saat setelah kematian akan dikembalikan
kepada sang pemilik materi. Seterusnya, badan halus berupa roh dan atma pergi
kemana?. Semuanya dikembalikan pada swakarma masing-masing. Hukum Kharmalah yang
dipercaya mengantarkan sang roh kemana akan melanjutkan perjalanannya. Apakah
akan menerima siksa sebagai roh gentayangan atau akan menjadi pengayah di
kahyangan dewata. Kerena itu, pemahaman akan tugas hidup manusia seharusnya
lebih ditingkatkan, yaitu bahwa manusia bukanlah sekedar makhluk jasmani yang
tidak memiliki amanat hidup yang semestinya ia kerjakan, justru demi martabat
dirinya sendiri.
Sekelumit tentang Evolusi roh
Pertanyaan yang sering muncul
dalam setiap kita memerhatikan orang meamndikan mayat. Kemana roh dan atma akan pergi setelah
kematian?. Sekelumit akan diurai lewat evolusi roh. Kesadaran akan atma
merupakan berkah tertinggi hasil evolusi sebagai manusia melalui banyak
kelahiran. Dunia ini adalah sebuah sekolah, bila pelajaran sebagai menusia
telah selesai, namun evolusi roh akan berjalan terus. Setelah bebas dari
kelahiran sebagai manusia, sang roh dengan gemilangnya akan berevolusi di
alam-alam yang lebih luhur dalam berbagi wujud makhluk agung. Peningkatan
evolusi roh melalui berbagi tah apan alam, sampai melewati tiga puluh tiga alam
kesadaran roh. Suatau kurun waktu tertentu diyakini bahwa kesadaran roh akan
mencapai pada batas tertinggi, lebur dalam kesadaran maha tinggi(parabrahman).
Sampai disinilah perjalanan akhir dari sang roh. Pencapaian puncak kesadaran itu sering
dilukiskan sebagai lautan kedamaian tanpa batas(greats of peace), penuh kasih(full of love). Mengenai
perjalanan evolusi roh itu Guru Arjan Sahib pernah berkata : “ Berulang kali
aku lahir sebagai kutu dan serangga, berulang kali aku lahir sebagai gajah,
ikan , atau rusa. Berulang kali aku lahir sebagai rumput dan pohon. Sekarang
kesempatan terbuka untuk bertemu dengan Tuhan. Tubuh ini telah ku peroleh
setelah berabad-abad lamanya”. Kemudian seorang ahli taswuf besar Jalaludin
Rumi telah meningalkan sebait puisi yang begitu indah: “ Aku telah tumbuh sebagai rumput beberapa kali,
tujuh ratus tujuh puluh tubuh telah kusaksikan, akau mati sebagai mineral dan
tumbuh sebagai tumbuhan, mati dari tumbuhan dan muncul sebagai hewan, mati
sebagi hewan dan menjadi manusia, apakah aku harus takut musnah karena kematian?.
Dalam peralihan yang akan datang akupun akan mati sebagai manusia dan mendapat
sayap malaikat, dan menjadi sesuatu yang tak dapat dicapai oleh khayalku”.
Kalau Jalaludin Rumi telah melihat tujuh ratus tujuh puluh kelahiran yang telah
dilewati sebagai manusia, maka yang telah tercerahkan Sang Budha Gautama dalam
meditasinya yang mendalam dibawah pohon bodhi, melihat dirinya selama lima ratus lima
puluh kali kelahiran. Bhagawan Sri Satya Narayana menguraikan bahwa ada tiga
tahap utama evolusi di atas manusia sebagai tahap perkembangan lebih lanjut,
sebagai makhluk supramanusia, setelah itu meningkat menjadi makhluk kosmik,
lalu mencapai tingkatan yang Absolut. Kekuatan daya dorong evolusi itu secara
perlahan namun pasti, membuat segala makhluk akan semakin meningkat
perkebangannya. Dengan demikian pada suatu saat pastilah segala makhluk akan
mecapai kesadaran yang tertinggi(moksa). Itulah kekuatan pendorong dari Sang
Muasal.(sangkan paraning dumadi). Proses peningkatan kesadaran dari makhluk
bersel satu sampai pada makhluk bermilyard sel(manusia) merupakan rahasia Sang
Pencipta. Sementara sang atma akan berkebang mengalir sesuai dengan
kemampuannya meningkatkan kesadarannya. Apakah kita pernah bertanya dan mencoba
untuk meraih kesadaran yang lebih tinggi? Biarlah pertanyaan itu mengalir
seirama dengan perkembangan jiwa kita dalam melepaskan diri dari keterikatan
ego pada materi yang terdekat yaitu badan. Tatkala kesadaran kita telah mampu
lepas dari keterlakatan akan badan kasar dan badan halus, maka yang tinggal
hanyalah cahya kesadaran abadi(absolut) yakni sang Atma. Dasar yang paling kuat
dari keyakinan akan hal itu adalah kesetiaan dan tetap hanya melekat pada Sang
Pencipta, sementara bentuk-bentuk keterikatan yang lain dapat di-Yadnya-kan. Hampir
disetiap kitab- kitab spiritual yang membincangkan tentang kelepasan menjelang badan akan mati memesankan untuk
mengingat dan meyebut nama Tuhan. Dengan mengatakan” Bapak dan Ibu ilahi saat ini anakmu pulang”. Bukakan
pintu cahya kedamaian dan cinta kasihMu yang Agug , agar aku dapat meleburkan
jiwa ini kedalam alam keabadianMu
(Amor ing Acintya ).
I Nyoman Musna