Selasa, 18 Desember 2012

misteri kematian



MISTERI KAMATIAN

                        Setiap yang hidup akan mengalami kematian.
                        Tiada satupun kehidupan yang dapat terbebas dari kamatian
                        Adakah kehidupan setelah kematian?

            Pada suatu ketika seorang sahabat melontarkan kata seperti ini; “Untuk apa saya dilahirkan, padahal saya tidak berniat hidup”. Karena hidup bagiku penderitaan. Demikian celoteh yang keluar dari orang itu. Entah itu karena mengalami defresi atau lagi mengalami rasa putus asa. Banyak orang berpendapat bahwa hidup ini bersifat ironis, karena manusia tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Akan tetapi setelah lahir, mencintai hidup dan kehidupan meski dihadapkan pada realitas yang pahit dalam hatinya. Manusia sendiri aka dihadapkan pada batas akhir hidupnya, yang senang atau yang tidak senang harus melewati batas masa hidupnya, itu mesti dilalui dalam kehidupan. Goethe pernah mengatakan bahwa : “ Death is something so stranger that in spite of our experience of it, we do not think it is possible for those we cheris; it always suprises us as something unbelievable and paradoxal”. Kematian pada dasarnya semua orang tahu, merupakan kewajaran hidup. Karena mati merupakan pasangan hidup. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Akan tetapi tidak setiap orang tahu kapan hari dan waktu kematian akan tiba. Kematian akan datang pada kita bagai sambaran kilat. Pada saat kematian tiba tak seorangpun dapat menghentikannya. Pada satu saat seorang sahabat yang baru habis main bulu tangkis terus sesak napas dan akhirnya meninggal setelah dibawa ke rumah sakit. Salah seorang teman agak emosi serta melontarkan pertanyaan” kenapa dokter tidak dapat menyembuhkan, padahal teman kita itu baru saja masih benapas” guman teman itu. Kematian  mejadi dramatis, apalagi kalau peristiwa itu terjadi pada diri kita, saudara, orang tua, anak yang amat kita sayangi. Meski setiap orang telah memahami bahwa kelahiran akan berakhir dengan kematian. Akan tetapi pada saat seperti itu datang, tidak semua orang dapat menerima sebagai sebuah kewajaran. Tetap saja rasa sedih akan menyelimuti hati kita. Kamatian berarti keterpisahan antara badan kasar dengan Atma(unsur penyebab hidup). Terpisahnya badan kasar sebagai materi dengan Atma begitu tak terukur dan tak terbatas jaraknya. Semakin dekat jarak fisik dan emosi kita terhadap badan kasar, maka semakin sulit menerima keterpisahan ini. Semakin jauh emosi kita pada terikat terhadap materi badan, akan terasa kematian itu sebagai yang wajar. Meskipun demikian, bagi kebanyakan orang akan menerima kematian itu sebagai sebuah nasib. Terkadang amat sulit untu diterima akan  tetapi sulit pula untuk dielakan.
            Pertanyaan manusia,  akan kemanakah setelah kematian? Memang sulit untuk dijawab. Bahkan kematian itu masih merupakan misteri. Sehingga muncul rasa kecemasan dan ketakutan menunggu saat kematian. Peristiawa hidup dan mati merupakan fakta esensial serta sekaligus melibatkan seluruh kedalaman manusia. Hidup secara konseptua  diabstraksikan sebagai suatu hubungan kuasalitas dengan kematian. Kemtian adalah mediator untuk proses transendensi manusia itu sendiri. Kematian itu sendiri dapat dipahami sebagai keterpisahan anatara badan kasar dengan adan inti(atma). Badan adalah kualitas kebendaan(materi) yang pada saat kematian akan musnah. Dimana badan itu sendiri akan dikremasi ( diaben ) serta abunya dibuang ke laut. Karena kepercayaan kita terhadap badan kasar itu terdiri dari Panca Maha Butha. Lima unsur materi pembentuk badan.yang terdiri dari pertiwi, apah , bayu , teja dan akasa(ether ). Kelima unsur itu pada saat setelah kematian akan dikembalikan kepada sang pemilik materi. Seterusnya, badan halus berupa roh dan atma pergi kemana?. Semuanya dikembalikan pada swakarma masing-masing. Hukum Kharmalah yang dipercaya mengantarkan sang roh kemana akan melanjutkan perjalanannya. Apakah akan menerima siksa sebagai roh gentayangan atau akan menjadi pengayah di kahyangan dewata. Kerena itu, pemahaman akan tugas hidup manusia seharusnya lebih ditingkatkan, yaitu bahwa manusia bukanlah sekedar makhluk jasmani yang tidak memiliki amanat hidup yang semestinya ia kerjakan, justru demi martabat dirinya sendiri.
Sekelumit tentang Evolusi roh
Pertanyaan yang sering muncul dalam setiap kita memerhatikan orang meamndikan mayat.  Kemana roh dan atma akan pergi setelah kematian?. Sekelumit akan diurai lewat evolusi roh. Kesadaran akan atma merupakan berkah tertinggi hasil evolusi sebagai manusia melalui banyak kelahiran. Dunia ini adalah sebuah sekolah, bila pelajaran sebagai menusia telah selesai, namun evolusi roh akan berjalan terus. Setelah bebas dari kelahiran sebagai manusia, sang roh dengan gemilangnya akan berevolusi di alam-alam yang lebih luhur dalam berbagi wujud makhluk agung. Peningkatan evolusi roh melalui berbagi tah apan alam, sampai melewati tiga puluh tiga alam kesadaran roh. Suatau kurun waktu tertentu diyakini bahwa kesadaran roh akan mencapai pada batas tertinggi, lebur dalam kesadaran maha tinggi(parabrahman). Sampai disinilah perjalanan akhir dari sang roh.  Pencapaian puncak kesadaran itu sering dilukiskan sebagai lautan kedamaian tanpa batas(greats of  peace), penuh kasih(full of love). Mengenai perjalanan evolusi roh itu Guru Arjan Sahib pernah berkata : “ Berulang kali aku lahir sebagai kutu dan serangga, berulang kali aku lahir sebagai gajah, ikan , atau rusa. Berulang kali aku lahir sebagai rumput dan pohon. Sekarang kesempatan terbuka untuk bertemu dengan Tuhan. Tubuh ini telah ku peroleh setelah berabad-abad lamanya”. Kemudian seorang ahli taswuf besar Jalaludin Rumi telah meningalkan sebait puisi yang begitu indah: “ Aku  telah tumbuh sebagai rumput beberapa kali, tujuh ratus tujuh puluh tubuh telah kusaksikan, akau mati sebagai mineral dan tumbuh sebagai tumbuhan, mati dari tumbuhan dan muncul sebagai hewan, mati sebagi hewan dan menjadi manusia, apakah aku harus takut musnah karena kematian?. Dalam peralihan yang akan datang akupun akan mati sebagai manusia dan mendapat sayap malaikat, dan menjadi sesuatu yang tak dapat dicapai oleh khayalku”. Kalau Jalaludin Rumi telah melihat tujuh ratus tujuh puluh kelahiran yang telah dilewati sebagai manusia, maka yang telah tercerahkan Sang Budha Gautama dalam meditasinya yang mendalam dibawah pohon bodhi, melihat dirinya selama lima ratus lima puluh kali kelahiran. Bhagawan Sri Satya Narayana menguraikan bahwa ada tiga tahap utama evolusi di atas manusia sebagai tahap perkembangan lebih lanjut, sebagai makhluk supramanusia, setelah itu meningkat menjadi makhluk kosmik, lalu mencapai tingkatan yang Absolut. Kekuatan daya dorong evolusi itu secara perlahan namun pasti, membuat segala makhluk akan semakin meningkat perkebangannya. Dengan demikian pada suatu saat pastilah segala makhluk akan mecapai kesadaran yang tertinggi(moksa). Itulah kekuatan pendorong dari Sang Muasal.(sangkan paraning dumadi). Proses peningkatan kesadaran dari makhluk bersel satu sampai pada makhluk bermilyard sel(manusia) merupakan rahasia Sang Pencipta. Sementara sang atma akan berkebang mengalir sesuai dengan kemampuannya meningkatkan kesadarannya. Apakah kita pernah bertanya dan mencoba untuk meraih kesadaran yang lebih tinggi? Biarlah pertanyaan itu mengalir seirama dengan perkembangan jiwa kita dalam melepaskan diri dari keterikatan ego pada materi yang terdekat yaitu badan. Tatkala kesadaran kita telah mampu lepas dari keterlakatan akan badan kasar dan badan halus, maka yang tinggal hanyalah cahya kesadaran abadi(absolut) yakni sang Atma. Dasar yang paling kuat dari keyakinan akan hal itu adalah kesetiaan dan tetap hanya melekat pada Sang Pencipta, sementara bentuk-bentuk keterikatan yang lain dapat di-Yadnya-kan. Hampir disetiap kitab- kitab spiritual yang membincangkan tentang kelepasan   menjelang badan akan mati memesankan untuk mengingat dan meyebut nama Tuhan. Dengan mengatakan” Bapak dan  Ibu ilahi saat ini anakmu pulang”. Bukakan pintu cahya kedamaian dan cinta kasihMu yang Agug , agar aku dapat meleburkan jiwa  ini kedalam alam keabadianMu (Amor  ing Acintya ).

                                                                                                      I Nyoman Musna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar