“FACE BOOK”
WAJAH MAYA YANG MENGHEBOHKAN
Face book adalah dua buah kata asing
yang terdiri dari kata face (feis)
yang berarti muka; bidang; pihak; depan; atau melihat mukanya berhadapan.
Sedangkan book (buk) artinya buku; mendaftarkan; membukukan (
kamus bahasa inggris; Rudi Haryono,Drs.,dkk).
Jadi face book berati pendaftaran diri atau membukukan diri dengan
menampilkan wajah serta identitas diri seperti nama, usia, pekerjaan, hobi dan
yang lainnya pada sebuah jejaring sosial di internet.
Adalah Mark Zukkerberg, 25 tahun
berasal dari Amerika, seorang yang menemukan fase book yang kini sedang
“ngetren” serta digandrungi oleh masyarakat terutama anak-anak dan remaja.
Sistim jejaring sosial ini sepertinya pengganti dari model
Korespondensi(surat-menyurat), bedanya korespondensi pengirimannya melalui
paket Post. Sementara face book lewat media internet atau lewat HP dengan wajah
pengirim dan penerima berita tertera dalam beranda. Adapun tujuan dari
pembentukan jejaring sosial face book tiada lain untuk mencari teman atau
sahabat/kerabat lewat dunia maya dalam waktu singkat dan jarak tiada batas.
Betapa tidak orang Amerika, jepang, atau orang Belanda dapat kita temui dan
berkenalan hanya dengan biaya dua ribu sampai tiga ribu rupiah saja sudah
cukup. Dengan datang ke warnet di depan rumah atau buka leptop disammbung internet di kamar, dan buka yang namanya face book , maka sudahlah, ribuan wajah akan tertera dengan
berbagai bentuk. Cuma memang ada yang disayangkan, tertera namanya si Anu,
sementara wajah yang tampak “monyet”, atau “bulan”. Yang seperti ini tidak fair
namanya, sudah menyimpang dari aturannya. Ini salah siapa?
Dalam perjalanannya, jejaring sosial
face book banyak mendapat kritikan serta cemohan bahkan di”haram”kan. Kontropersial di
kalangan masyarakat mulai muncul. Ada
yang menginginkan face book harus dihapuskan, karena berpengaruh buruk bagi
generasi muda. Akibat dari face book , guru dimaki-maki oleh seorang siswanya
entah apa penyebabnya, mungkin guru tak
disengangi siswanya. Ada
pula berita di mass media mengatakan dengan face book orang membuat jeringan “perdagangan sex”. Disamping itu pula lewat face book
siswa Sekolah Dasar memaki temannya hingga dapat menimbulkan perkelahian antar
geng siswa, hingga orang tuanya garang.
Pertanyaan yang dapat dikemukakan
adalah semua kejadian itu salah siapa? Salahnya alat atau salah orang memahami
serta menggunakan alat? Jawabnya adalah salah “si pengguna” alat ( the man behind the internet) yang belum
memahami dengan benar fungsi serta makna dari jejaring sosial face book. Untuk
itu dituntut bagi pengguna alat untuk betul-betul mengerti serta memiliki
wawasan terhadap budaya teknologi modern. Sadarlah bahwa teknologi bagai pisau
bermata dua. Akan dapat berguna dalam hidup tapi dapat pula menghancurkan
kehidupan. Disamping itu, pentingnya peran orang tua, guru, serta masyarakat
sebagai alat kontrol. Anak-anak jangan terlalu dimanjakan dengan alat teknologi,
karena akan berdampak pada pemanjaan pada si anak itu sendiri. Seperti pepatah mengatakan
“dari kecil teranja-anja, maka setelah besar terbawa-bawa”. Artinya jika sejak dari kecil biasa dimanja,
maka akan terbawa sampai besar nanti. Namun demikian jangan hendaknya terlalu
dikekang, akibatnya anak akan jadi gagap teknologi ( gaptek). Jadi lagi sekali yang
terpenting adalah pengawasan dan pemahaman yang benar terhadap semua sarana(teknologi).
Sehingga tujuan mulia dari ide sang pembuat face book tidak menjadi sedih dan
menyesalai hasil karyanya. Seperti halnya
penemu “bom” Albert Einstain yang mana
hasil temuannya disalah gunakan untuk tujuan perang (mungkin kini dia sedih di
alam baka hasil penemuaanya salah digunakan).
Maka dari itu, tidak salah bila kita mau belajar dari kesalahan untuk
menuju kebaikan . Orang bijak mengatakan “ bergurulah pada kesalahan untuk menjadi
lebih bijaksana”, bukan sebaliknya, belajar dari yang salah menuju
salah yang lebih besar. Wah, kalau begitu kapan majunya?
( oleh: I Nyoman Musna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar