Selasa, 14 Januari 2014

Pendidikan Karakter lewat Pramuka



Pendidikan Karakter melalui Praja Muda Karana

Tawuran antar pelajar, perkelahian antar remaja geng motor
Maraknya pencurian oleh remaja, keterlibatan remaja dengan Narkoba
Meningkatnya remaja yang terinveksi penyakit HIV/AIDS.
Tren remaja bunuh diri hanya karena suatu masalah sepele.
Adakah ini pertanda bahwa anak kehilangan model berkarakter?


            Sejatinya model yang paling pertama dan utama bagi anak adalah orang tuanya sendiri. Setelah itu guru disekolah. Karena guru merupakan orang tua kedua setelah orang tua kandung. Apabila kedua figur itu tidak dipakai model leh anak, maka pemodelan akan dicari dari tokoh-tokoh lainnya. Sepereti tokoh pahlawan bagi mereka yang memiliki jiwa patriotik. Tokoh seniman bagi anak yang mengidolakan seni dalam jiwanya. Akan tetapi tidak jarang anak-anak sekarang mencari pemodelan lewat tayangan  TV, Internet, majalah atau cerita-cerita yang memuat tentang tokoh tertentu yang terkadang kurang tepat.
            Ketika anak mencari model diluar keluarganya, itu berati bahwa orang tua tidak cukup waktu untuk menemani anak di rumah. Akibat dari tuntutan hidup yang semakin tinggi. Orang tua pergi kerja pagi hari kemudian pulang sore hari. Karena kondisi payah, maka waktu untuk bercengkrama dengan anak pasti kurang. Sementara si anak sendiri sibuk dengan berbagai kegiatannya sendiri. Jarang terjadi komunikasi keluarga disaat makan bareng di ruang makan.  Karena anak sering disibukan dengan tugas sekolahnya di warung internet. Saking jarangnya terjadi komunikasi intim antar keluarga, maka anak cendrung berkomunikasi  akrab dengan teman sebaya atau teman yang lebih tua. Yang terpenting bagi anak adalah adanya rasa kebersamaan dalam keakraban. Disamping itu, anak sering disuguhkan cerita dalam tayangan sinetron yang mampu menggugah hati si anak. Dari tokoh pesinetron itulah terkadang yang menjadi idolanya. Meski tokoh yang diidolakannya itu tidak jelas asal muasalnya, namun pada tayangan sinetron itu yang tampilannya kren dengan mobil mewah, pamer kekayaan, bergaya modern, maka anak akan mengatakan “oh yang ini gue banget”. Akankah kita biarkan anak kita hidup bebas tanpa arah dan tujuan yang jelas?. Kebebasan serta kemanjaan yang diberikan orang tua tidak jarang disalah artikan oleh anak. Kebebasan itu sering dipergunakan diluar keluarga. Sehingga terbentuklah kelompok-kelompok kecil yang banyak salah arah dan salah tujuan. Hal itu disebabkan kematangan mereka yang boleh dibilang masih labil.
            Bilamana pendidikan di keluarga tidak optimal dapat dilaksanakan oleh orang tua akibat dari persaingan hidup yang keras, maka sekolahlah menjadi tumpuan bagi orang tua untuk membina anaknya. Tidak jarang orang tua menyerahkan begitu saja anaknya kepada instansi sekolah. Padahal waktu anak di sekolah adalah sepertiga dari waktu keseluruhan. Sedangkan dua pertiga waktu anak ada di rumah. Apabila hubungan komunikasi anak dikeluarga tidak baik, akan berdampak pada susahnya pembinaan di sekolah. Disamping orang tua mengarahkan anaknya pada pendidikan formal, ada baiknya pula orang tua mengarahkan anaknya untuk megikuti ekstra kulikuler Pramuka. Kenapa anak perlu diberikan pendidikan  Pramuka?.
            Pendidikan kepramukaan menggunakan sistem Among. Sistem ini hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan Nasional, sebagai pendiri perguruan Taman Siswa. Sikap laku yang diterapkan oleh pembina yaitu Ing arso asong tulodo( di depan memberi teladan), Ing madya mangun karso( di tengah –tengah membangun kemauan), Tut wuri handayani( di belakang memberi dorongan). Sistem Among berarti : mengasuh, memelihara, menjaga, merawat. Yang melaksanakan sisten Among dikenal “Pamong” atau pembina. Proses pendidikan dengan menggunakan sistem among mengedepankan cara kekeluargaan. Sebutan peserta didik dalam usia Siaga(7 – 10 tahun) adalah anak, pamong atau pembina dipanggil ayah dan ibu. Pendidikan pada usia ini peserta didik masih memerlukan pengasuhan seperti anak-anak dalam sebuah keluarga.  Dalam pertemuan atau pemberian pengarahan dilapangan menggunakan barisan membentuk lingkaran. Dengan maksud agar pamong/pembinanya menjadi model. Sehingga bila peserta didik mengalami masalah pasti akan mengadu kepada pembina sebagai ayah dan ibunya. Kode kehormatan yang dipergunakan untuk Siaga yaitu Dwi Satya dan Dwi Dharma. Tingkat kecakapan untuk anak siaga yaitu Siaga Mula, Tata bantu dan Siaga tata. Bilamana usia peserta didik  telah menginjak 11-15 tahun maka peserta didik akan naik golongan menjadi Penggalang. Dalam bentuk pertemuan dalam pelatihan penggalang sudah mulai membuka diri, sehingga setiap berkumpul penggalang membentuk barisan seperti huruf “U”(angkare), Maksudnya peserta didik dalam usia penggalang sudah mulai membuka diri terhadap lingkungan, belajar memahami masyarakat meski masih dibatasi. Pembina dipanggil Kakak, peserta didik dipanggil Adik. Hal ini untuk lebih terjadinya kedekatan anatara pembuna dan peserta didik Pada usia penggalang, peserta didik ditanamkan pendidikan yang bersifat akhlak mulia, ketangkasan, kecakapan hidup patriotisme cinta bangsa tanah air, mengembangkan wawasan, daya imajinasi dan daya cipta, rasa percaya diri, bertanggung jawab, sosial gotong royong, peduli lingkungan  serta toleransi.kesemuanya tertuang dalan SKU(syarat kecakapan umum) dan SKK ( syarat kecakapan khusus ). Dalam kepenggalangan, dilihat dari kecakapannya ada tiga tingkatan yaitu: Penggalang Ramu, Rakit dan Terap. Kode kehormatan untuk tingkat penggalang, penegak dan pendega adalah Tri Satya dan Dasa Dharma. Apabila usia peserta didik menginjak pada 16-20 tahun seusia SMA dan mahasiswa dinamakan Penegak atau Pendega. Golongan penegak terbagi atas dua yaitu penegak Bantara dan penegak Laksana. Sementara bagi mereka  pada usia 21-25 tahun dinamakan pemuda dewasa. Pendidikan kepramukaan sangat memerhatikan tingkat usia dan perkembangan peserta didiknya. Pada golongan Penegak dan Pendega, pertemuan dilapangan berbaris menggunakan satu saf(satu barisan lurus ke kanan) mengandung makna, peserta didik sudah boleh membuka diri secara luas kesemua arah. Tujuannya agar peserta didik dalam usia penegak dan pendega mampu membuka diri, memiliki pengetahuan dan wawasan kedepan  yang luas.
            Sistem beregu atau berkelompok wajib diterapkan dalam pendidikan Pramuka, dengan satuan terpisah antara peserta didik putra dan putri.  Pada pendidikan kepramukaan kemampuan peserta didik benar-benar diperhatikan antara hard skill   yaitu  kemapuan logika pikir (IQ), serta soft skill yaitu kemampuan Spiritual(SQ), kemampuan Emosi (EQ) serta kemampuan menghadapi tantangan hidup (AQ). Program kegiatan kepramukaan selalu memerhatikan tingkat perkembangan jasmani dan rohani peserta didiknya. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan peserta didik  terjaga keseimbangannya  bukan secara instan. Adapun sasaran pembinaan bagi pserta didik yaitu: kuat keyakinan beragamanya, tinggi mental dan moralnya serta berjiwa Panca Sila, sehat dan segar jasmani, cerdas, tangkas dan terampil, berpengetahuan luas dan dalam, berjiwa pemimpin dan patriot, berkesadaran nasional dan peka terhadap perubahan lingkungan, berpengalaman banyak. Seperti  yang tertera dalam Dasa Dharma Pramuka yaitu : (1).Bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa (2).Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia; (3). Patriot yang sopan dan ksatria;(4) Patuh dan suka bermusyawarah; (5) Rela menolong dan tabah; (6)  Rajin trampil dan gembira; (7) Hemat cermat dan bersahaja; (8) Disiplin , berani dan setia; (9) Bertanggung jawab dan dapat dipercaya;(10) Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Seperti sinetron  Lima  Elang yaitu  anggota regu penggalang  ditayangkan oleh salah satu stasiun TV terkenal, tayangan yang patut dan tepat ditonton oleh kalangan pelajar.
Bukankah semua itu merupakan bentuk pendidikan yang berkarakter yang diharapkan dalam penyempurnaan kurikulum pendidikan yang akan datang ?. Bila hal itu benar adanya, maka tidak salah apabila Mendiknas beserta jajarannya  mengarahkan untuk pendidikan dasar dan menengah mewajibkan peserta didik dan pendidik mendapatkan pendidikan Kepramukaan. Semoga bangsa ini tidak kehilangan nilai-nilai karakter, sehingga tidak terjadi negara yang kehilangan karakter “Black Nation”.

                                                                                                                  I Nyoman Musna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar